Denpasar (Baliwananews.com) – Penggagas Rencana pembangunan Terminal Liquified Natural Gas (LNG) diminta membangun di titik berjarak 3,5 kilometer (km) dari pesisir pantai Sidakarya agar mempersiapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) yang kredibel.
Hal tersebut ditegaskan Pengamat Kebijakan Publik Jro Gde Sudibya yang juga Pengamat Ekonomi saat dikonfirmasi awak media di Denpasar, Minggu, 19 Oktober 2025.
Pasca statement Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan persetujuan lingkungan atau AMDAL rencana pembangunan Terminal LNG di Sidakarya, Denpasar Selatan dari Kementerian Lingkungan Hidup (LH) ditargetkan akan terbit akhir September 2025.
Gubernur Koster mengatakan rencana Terminal LNG akan dibangun di titik berjarak 3,5 kilometer (km) dari pesisir pantai Sidakarya.
Sementara itu, Ketua PHRI Denpasar yang juga Ketua Yayasan Pembangunan Sanur, Ida Bagus Gede Sidharta Putra yang akrab dipanggil Gusde, menegaskan bahwa proyek tersebut berpotensi menimbulkan dampak sosial, budaya dan lingkungan yang serius bagi kawasan pariwisata Sanur.
“Sebagai warga Sanur dan pelaku pariwisata, saya menolak akan rencana Terminal LNG. Pasti akan ada dampak sosial, budaya, lingkungan dan pariwisata. Wisatawan datang ke Sanur mau melihat keindahan alam, pantai, dan keramahan masyarakat. Kalau ada kilang, sudah tidak indah lagi, dan bagaimana dengan pencemaran laut,” kata Gusde saat diwawancara, Kamis, 16 Oktober 2025.
Sebelumnya pula, Bandesa Adat Tanjung Benoa, I Made Wijaya mengatakan rencana pembangunan terminal LNG untuk kepentingan pembangkit listrik di Bali jangan sampai menjadi permasalahan baru di masyarakat.
Terlebih lagi, sejak dihembuskan pertama kali di tahun 2021, wacana proyek LNG Bali terus mendapat penolakan dari sejumlah Desa Adat hingga masyarakat, ia melihat adanya ketidaksesuaian antara konsep proyek tersebut dengan nilai-nilai adat di pesisir Bali.
Selain memicu gesekan sosial, keberadaan terminal LNG juga berpotensi menimbulkan bencana dan kerusakan alam Bali di masa depan.
“Kalau secara professional, saya menanggapi polemik LNG di pesisir Bali itu, sebenarnya tujuan Pemerintah itu pada prinsipnya khan baik, mendorong kemandirian energi, tetapi kita lihat situasinya sekarang, kalau memang tujuannya LNG itu, untuk kepentingan masyarakat banyak sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 dan manfaatnya bisa dirasakan desa adat hingga masyarakat umum, kenapa tidak didukung? Tetapi, kalau itu Bali Mandiri Energi hanya sekedar kedok saja yang kedepan keberadaannya justru menyisakan bencana dan tidak sesuai dengan nilai-nilai adat di Bali, ya lebih baik tolak,” tegas Made Wijaya, saat dikonfirmasi awak media melalui sambungan telepon, Sabtu, 11 Oktober 2025.
Lebih lanjut, pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Badung mendorong Pemerintah untuk melakukan kajian secara mendalam sebelum melakukan eksekusi terhadap proyek tersebut.
“Pastikan juga keterlibatan Desa Adat hingga masyarakat untuk mendukung kemandirian energi melalui pemanfaatan LNG di Bali,” tegasnya lagi.
“Pemerintah harus itu melakukan kajian secara komperhensif, dipaparkan dulu itu ke bawah, apa maksudnya pembangunan itu? manfaatnya apa? kalau ada yang merugikan adat atau berpotensi merusak alam, ya tolak,” sambungnya.
Rencana pembangunan Terminal LNG tersebut telah menimbulkan pro kontra ditengah masyarakat Bali, saat perekonomian yang didominasi sektor pariwisata.
“Sebaiknya penggagas proyek menyiapkan AMDAL-nya yang kredibel, dilakukan uji publik,” kata Sudibya di Denpasar, Minggu, 19 Oktober 2025.
Upaya itu dalam menghindarkan ekses, setiap orang bisa ngomong sesuai dengan kepentingannya.
Menurutnya, kegaduhan yang tidak perlu menyumbat iklim usaha dan rencana investasi. Padahal rakyat perlu investasi bertanggung jawab dan kesempatan kerja.
Dengan memenuhi persyaratan, yakni didukung oleh AMDAL yang kredibel yang kemudian dilanjutkan dengan uji publik terbuka.
Mengikuti aturan hukum yang ada, peruntukan dalam RTRW dan detail tata ruang, semua proses perizinan termasuk berdasarkan OSS RBA.
Dengan mengajukan permohonan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dan Persetujuan Lingkungan (AMDAL).
Proses ini melibatkan permohonan izin melalui sistem OSS RBA, yang mencakup persyaratan teknis dan lingkungan seperti dokumen rencana kegiatan, data kondisi lokasi dan sekitarnya serta persyaratan lingkungan seperti AMDAL yang relevan untuk kegiatan di laut.
Diharapkan juga perlakukan pengusaha secara adil dan ‘fairness’, jangan dipersulit dalam perizinan, jangan “diperas” atas nama peraturan yang seharusnya sederhana tetapi dibuat sulit dan rumit.
Back mind birokrat pemberi izin mesti diubah, tidak setiap investasi mesti memperoleh keuntungan, ada risiko bisnis yang ditanggung, sehingga tidak etis jika mereka diperas.
Pengusaha yang bertanggung-jawab, pada hakekatnya mereka “pahlawan”, pembayar pajak, pencipta kesempatan kerja, berkontribusi dalam pengembangan kewirausahaan masyarakat.
Disamping itu, Ketua BEM Universitas Udayana (Unud) I Wayan Arma Surya Darma Putra belum memberikan respon terhadap rencana pembangunan Terminal LNG tersebut.
Oleh karena itu, pihaknya belum menerima pernyataan resmi dari rencana proyek tersebut.
“Kami belum bisa merespon, karena belum menerima pernyataan resmi dari rencana hal tersebut,” ungkap Arma, Kamis, 16 Oktober 2025.
Namun, pihaknya tetap mengingatkan agar semua pembangunan di Bali agar mengikuti regulasi yang ada. Pembangunan sesuai dengan filosofi Tri Hita Karana meliputi Parahyangan (harmoni dengan Tuhan), Pawongan akan tercermin dalam hubungan baik dengan sesama, dan Palemahan dengan alam, saling terkait dan menciptakan keseimbangan dalam kehidupan manusia.
Sedangkan, Ketua EW-LMND Bali I Made Dirgayusa mengaku mengikuti proses sosialisasi rencana pembangunan Terminal LNG tersebut, pada 2 Oktober 2025 lalu.
Sosialisasi terungkap, pembangunan jadinya pada titik 3.5 km dari Pesisir Muntig Siokan, Denpasar.
“Namun untuk lokasi dan instalasi masih belum pasti dan menimbang berbagai masukan dari warga,” ujarnya.
Untuk itu, pihaknya LMND berharap kepada pihak Pemrakarsa agar dapat lebih menerima dan mempertimbangkan pendapat masyarakat yang terdampak, sehingga tercipta pembangunan yang seadil-adilnya untuk masyarakat.
Namun, pada 2 Oktober 2025 pertemuan secara online yang melibatkan wilayah Serangan, Pesanggaran, Sanur, Pedungan, Sidakarya. Sedangkan, Desa Adat Tanjung Benoa belum ada dalam pertemuan tersebut.
Hal itu disampaikan I Wayan Patut sebagai Prajuru Desa Adat Serangan. Kepastian titik lokasi LNG belum dapat dipastikan. Pihaknya tetap meminta agar titik digeser tidak dekat dengan pintu masuk Pelabuhan Serangan.
“Pad 2 Oktober kita banyak kasi masukan,” kata Wayan Patut di Denpasar, Jumat, 10 Oktober 2025.
Dengan adanya bencana banjir bandang di Bali pada 10 September 2025 lalu.
DPP PDI Perjuangan menyoroti kejadian banjir bandang tersebut. Bahkan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dan Sekjen, Hasto Kristiyanto menitip pesan terkait persoalan lingkungan.
Hal itu diungkapkan Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi, Djarot Saiful Hidayat saat membuka Konferda dan Konfercab PDIP se-Bali, Sabtu, 18 Oktober 2025.
Djarot mengatakan, bahwa tak bisa serta merta menyalahkan alam dan hujan yang terjadi 24 jam.
“Yang salah kita, yang kebanyakan dirasuki nafsu-nafsu serakah dengan mengalihfungsikan lahan. Tidak memperhatikan kearifan alam sehingga alam memberikan peringatan keras kepada kita,” paparnya.
Untuk itu, kedepannya diperlukan program politik lingkungan hidup, politik persampahan, politik tata ruang dan sebagainya. Untuk itu, kejadian yang menurutnya sebagai September kelabu tidak terjadi lagi di tahun yang akan datang.
Maka dari itu, seluruh Kepala Daerah, Pimpinan DPRD dan Anggota Fraksi, agar disiplin dan ketat tidak boleh alih fungsikan lahan subur untuk hunian, perkantoran, hotel dan vila. Karena Bali misinya tetap bisa mempertahankan kedaulatan pangan dan kelestarian lingkungan.
“Apalagi, Bali dialiri puluhan aliran sungai dan yang terpanjang Tukad Ayung. Jika terjadi banjir, maka ada kerusakan di hulu sampai hilir,” pungkasnya. (hd)










