Amarawati Art Community Tampaksiring Pamerkan 42 Karya dari 24 Seniman di Griya Santrian Gallery

banner 468x60

Denpasar (Baliwananews.com) – Tahun 2016 menjadi tahun dimana para perupa yang berasal dari Tampaksiring memutuskan untuk membentuk wadah bersama yang bernama Amarawati Art Community. Pemakaian kata “Amarawati” sebagai nama komunitas diambil dari penggalan prasasti kalimat dalam prasasti Tengkulak yang berangka tahun 945 Saka atau 1023 Masehi yang memuat informasi tentang adanya katyagan (tempat pertapaan) di pakerisan yang bernama Amarawati. Para ahli arkeologi kemudian menduga nama Amarawati merujuk pada nama masa lalu dari situs candi tebing Gunung Kawi Tampaksiring di masa Bali kuno yang berlokasi di aliran sungai Pakerisan. Berdasarkan hal tersebutlah komunitas perupa Tampaksiring memakai nama Amarawati sebagai nama, dengan harapan mengambil spirit katyagan Amarawati yang di masa lampau adalah salah satu situs pertapaan atau kadewa guruan di masa Bali kuno, spirit yang bisa dimaknai dalam konteks berkesenian sebagai wadah untuk berkarya dan mengembangkan gagasan kreatif sebagai perupa yang tumbuh di wilayah kecamatan Tampaksiring.

Sejak berdiri pada tahun 2016 beberapa pameran bersama telah dilaksanakan oleh komunitas Amarawati Art antara lain: Pameran Peradaban Air di Bentara Budaya Bali, yang mengangkat tentang pembacaan atas situs-situs yang tersebar di kawasan daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan sebagai titik berangkat penciptaan karya seni rupa. Kemudian berlanjut pada pameran Finding Ida Bagus Grebuak yang mengangkat tentang jejak dan ketokohan 910-2010, tertulis bahwa ketika Rudolf Bonnet mengunjungi Tampaksiring pada tahun 1930an. Ia melihat para pelukis di Tampaksiring seperti Ida Bagus Mukuh, Ida Bagus Grebuak, telah melukis dengan tema kehidupan sehari hari.

Bahkan ada satu karya Ida Bagus Gerebuak yang melukiskan pertandingan sepakbola dan berangka tahun 1929 menjadi koleksi Museum Volkenkude Belanda, bersama dengan dua karya Ida Bagus Mukuh.

Selain seni lukis, seni ukir tulang juga berkembang di Tampaksiring, bentuk kesenian ini menurut penuturan para tetua di Tampaksiring yang tercatat telah memasuki tiga generasi. Bentuk ukir tulang ini secara material juga berkembang yang pada mulanya adalah tanduk rusa, tulang sapi, lalu pada awal kemerdekaan berkembang menjadi ukir gading, dan masuknya berbagai material dari luar negeri juga terjadi seperti fosil mammoth, taring walrus, hingga tanduk rusa kutub atau moose. Selain itu dari sisi alat juga telah berkembang dari awalnya adalah pengutik dan pahat, kini berkembang menjadi mesin foreedom. Bentuk dan tematik ukiran pun berkembang dari yang tradisi sampai ke modern dan kontemporer.

Pada dekade 1960an hingga 1970an di kawasan Tampaksiring khususnya di Pejeng juga berkembang seni lukis modern melalui wadah sanggar Pejeng yang dimotori oleh pelukis Dulah di Puri Pejeng telah menarik minat para pelukis Bali bahkan dari luar Bali. Wadah Sanggar Pejeng menjadi ruang pendidikan seni yang berperan dalam mendidik para pelukis dalam ruang informal di luar akademik yang pada tahun itu belum marak di Bali. Sanggar ini melahirkan mazab tersendiri yang cenderung pada rupa realistik naturalistik yang dikembangkan oleh Dulah selaku sang mentor.

Yang terkini, ada seni ogoh-ogoh yang menjadi ikon Tampaksiring. Ogoh-ogoh Tampaksiring berkembang sejak akhir tahun 1980an dan menyita perhatian publik melalui media sosial, sejak tahun 2018 ogoh-ogoh Tampaksiring menjadi viral di sosial media, dengan karakter yang khas, bentuk bentuk realistik, gesture yang natural, raut wajah yang ekspresif menjadi ciri khas ogoh-ogoh Tampaksiring. Ogoh-ogoh sebagai bentuk seni visual yang menunjukkan bagaimana tradisi terus menerus bergerak dan dihidupkan oleh para pelakunya inilah proses reinvented tradisi yang tercermin dalam seni ogoh-ogoh. Sebuah bentuk kesenian yang terlahir sebagai ekspresi yang pada mulanya terkait ritual pengrupukan menjelang hari raya Nyepi. Bagaimana ritual melahirkan ekspresi rupa yang bergerak secara reinvented tradition dalam bentuk yang khas juga muncul di daerah Pejeng, munculnya gebogan berbentuk patung seperti ogoh-ogoh dengan berbagai elemen seperti buah, bunga dan lain lain dalam ritual mepeed di Pura Penataran Sasih yang Ida Bagus Grebuak salah satu seniman Tampaksiring yang berkarya pada era 1930-an, dimana dua dari karya beliau tersimpan di museum Volkenkunde Belanda dan di beberapa pura yang tersebar di kawasan Tampaksiring. Dalam pameran yang berlangsung di Danes Art Veranda pada tahun 2018 tersebut para perupa Amarawati Art Community Tampaksiring menghadirkan karyakarya yang secara tematik berangkat dari pembacaan atas karya-karya Ida Bagus Grebuak.

Dan kini, pada tahun 2025 Amarawati Art Community kembali menggelar pameran bersama di Griya Santrian Gallery dengan judul: Nadi Cita Tampaksiring. Di jagat agung (macrocosmos), nadi adalah aliran sungai, sedangkan di jagat alit (microcosmos), nadi adalah jalur-jalur pembuluh darah, dan dalam dimensi yang lebih halus, nadi adalah aliran energi. Nadi dalam bahasa Bali juga bermakna menjadi, atau berjiwa. Dengan itu, Nadi Cita Tampaksiring dimaknai sebagai aliran kreativitas perupa Tampaksiring. Aliran kreativitas yang tumbuh dari lokus dan situs yang bermuara pada budaya dan ekspresi visual masyarakatnya yang tercermin dari tumbuhnya para perupa baik secara akademis maupun otodidak yang melahirkan ekspresi seni seperti seni ukir tulang, seni ogoh ogoh, seni lukis, seni patung dan lain sebagainya. Maka apa yang dihadirkan dalam pameran ini tidak saja keragaman karya visual berdasarkan ekspresi personal, tetapi juga akumulasi kreativitas tiap perupa lintas generasi, disiplin, media, serta dimensi rupa.

Pameran ini merepresentasikan bagaimana dinamika kreativitas yang terlahir di Tampaksiring sebagai lokus budaya yang dikenal memiliki situs kesejarahan yang membentang dari era Bali kuno hingga kini.

Tampaksiring sebuah lokus yang diapit dua sungai Pakerisan dan Petanu, sejak masa pra sejarah hingga masa Bali Kuno lokus ini telah memiliki peradaban dengan terlihatnya peninggalan situs arkeologis yang membentang di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan seperti Pura Pegulingan, Tirta Empul, Mangening, Gunung Kawi, Pura Pangukur Ukuran, Gua Garba Pejeng, Pura Kebo Edan dan lain sebagainya. Bahkan dari masa prasejarah dengan adanya temuan Nekara Pejeng telah menunjukkan bagaimana peradaban juga telah berkembang di kawasan ini.

Lalu berlanjut ke masa pra kemerdekaan pada tahun 1930-an, seni rupa juga telah berkembang di Tampaksiring. Rudolf Bonnet dalam catatanya di majalah Djawa, yang dikutip Adrian Vickers dalam buku Balinese Drawing and PaintingIda Bagus Grebuak salah satu seniman Tampaksiring yang berkarya pada era 1930-an, dimana dua dari karya beliau tersimpan di museum Volkenkunde Belanda dan di beberapa pura yang tersebar di kawasan Tampaksiring. Dalam pameran yang berlangsung di Danes Art Veranda pada tahun 2018 tersebut para perupa Amarawati Art Community Tampaksiring menghadirkan karyakarya yang secara tematik berangkat dari pembacaan atas karya-karya Ida Bagus Grebuak.

Dan kini, pada tahun 2025 Amarawati Art Community kembali menggelar pameran bersama di Griya Santrian Gallery dengan judul: Nadi Cita Tampaksiring. Di jagat agung (macrocosmos), nadi adalah aliran sungai, sedangkan di jagat alit (microcosmos), nadi adalah jalur-jalur pembuluh darah, dan dalam dimensi yang lebih halus, nadi adalah aliran energi. Nadi dalam bahasa Bali juga bermakna menjadi, atau berjiwa. Dengan itu, Nadi Cita Tampaksiring dimaknai sebagai aliran kreativitas perupa Tampaksiring. Aliran kreativitas yang tumbuh dari lokus dan situs yang bermuara pada budaya dan ekspresi visual masyarakatnya yang tercermin dari tumbuhnya para perupa baik secara akademis maupun otodidak yang melahirkan ekspresi seni seperti seni ukir tulang, seni ogoh ogoh, seni lukis, seni patung dan lain sebagainya. Maka apa yang dihadirkan dalam pameran ini tidak saja keragaman karya visual berdasarkan ekspresi personal, tetapi juga akumulasi kreativitas tiap perupa lintas generasi, disiplin, media, serta dimensi rupa.

Pameran ini merepresentasikan bagaimana dinamika kreativitas yang terlahir di Tampaksiring sebagai lokus budaya yang dikenal memiliki situs kesejarahan yang membentang dari era Bali kuno hingga kini. (hd)

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *