Denpasar – baliwananews.com | Banyaknya Ormas Keamanan yang dibentuk selama ini adalah buah dari kegagalan negara dalam memperhatikan perasaan masyarakatnya, dan tidak percayanya masyarakat kepada penegak hukum. Teori solidaritas sosial dari Emile Durkheim telah mengajarkan kita, bahwa masyarakat dapat membentuk hukumnya sendiri karena perasaan yang sama. Dan ini artinya keutuhan negara menjadi taruhannya kalau terlalu banyak ormas.
Sejarah kelam keributan antar ormas yang menghiasi perjalanan panjang eksistensi keberadaan Ormas di Bali.
“Dirinya khawatir akibat terlalu banyaknya keberadaan organisasi masyarakat dan konflik internal didalamnya menjadi potensi bom waktu di masa datang,” ujar Somya.
Fenomena sama, ketika memulai berorganisasi semuanya berkomitmen untuk menjaga persatuan dan kesatuan bahkan menilai berbeda dengan mengusung gerakan sosial akan tetapi seiring perjalanan waktu dan sulitnya untuk mengelola manajemen konflik dalam organisasi pasti akan timbul gesekan yang berdampak pada gangguan di masyarakat.
Bahkan dalam situasi dunia yang tidak pasti, pihak asing akan diuntungkan dan patut diwaspadai ada potensi campur tangan global yang yang menunggangi yang tidak menginginkan Indonesia dan Bali menjadi tidak baik-baik saja, karena konflik, pro kontra serta perpecahan. Dirinya mengingatkan bahwa wajah Bali sebagai ikon pariwisata nasional sangat dipertaruhkan dan sangat tergantung stabilitas keamanannya.
Dirinya memandang keberadaan Ormas di Bali seharusnya cukup dan tidak bertambah apalagi melihat adanya ormas GRIB JAYA Bali yang hendak membentuk kepengurusan, sebab pranata kemasyarakatan sudah cukup di Bali.
“Walaupun niatnya awal mulanya baik hanya untuk melakukan aktivitas sosial kemanusiaan namun akan ada potensi like and dislike terhadap keberadaan suatu organisasi yang berkembang di masyarakat dan hal tersebut cepat atau lambat bisa berujung menjadi gesekan konflik, sebab teori hukumnya mengajarkan demikian,” pungkas Somya. (hd)
