Jakarta – baliwananews.com | Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mempersiapkan rancangan undang-undang (RUU) yang akan menjadi dasar hukum terkait mekanisme pemindahan narapidana atau transfer of prisoners. Langkah ini diambil guna memberikan kepastian hukum dan memperkuat tata kelola pemasyarakatan di Indonesia.
“Draft undang-undangnya sudah ada di Kementerian Hukum. Nantinya, undang-undang ini hanya terdiri dari beberapa pasal saja. Kami berharap proses penyelesaian dapat berjalan cepat,” ujar Yusril saat menghadiri acara Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) di Jakarta, Jumat, 17 Januari 2025.
Dasar Hukum Pemindahan Narapidana
Yusril menjelaskan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan mengamanatkan pengaturan mengenai pemindahan narapidana harus ditetapkan melalui undang-undang khusus. Sementara itu, ketentuan dalam Undang-Undang tentang Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance atau MLA) belum cukup memadai untuk menjadi dasar hukum pemindahan maupun pertukaran narapidana.
Selama ini, pemindahan narapidana asing dilakukan berdasarkan diskresi Presiden Prabowo Subianto, mengingat belum adanya landasan hukum yang jelas. Diskresi ini memungkinkan pemerintah untuk mengambil langkah strategis dalam situasi mendesak.
“Karena belum ada undang-undang khusus, Presiden memiliki ruang untuk merumuskan kebijakan melalui diskresi. Namun, demi kepastian hukum, undang-undang ini tetap diperlukan,” jelas Yusril.
Pemindahan Narapidana Asing
Pada Desember 2024, pemerintah Indonesia telah memindahkan sejumlah narapidana asing berdasarkan pengaturan praktis (practical arrangement). Beberapa kasus yang mencuat adalah pemindahan Mary Jane, terpidana mati kasus penyelundupan 2,6 kilogram heroin, ke Filipina. Selain itu, lima anggota Bali Nine yang terlibat penyelundupan 8,2 kilogram heroin juga telah dipindahkan ke Australia.
Langkah ini dilakukan sebagai bentuk kerja sama bilateral dengan negara-negara terkait. Yusril menekankan bahwa meskipun saat ini pemindahan narapidana dapat dilakukan melalui perjanjian praktis, undang-undang khusus tetap diperlukan untuk memberikan dasar hukum yang lebih kuat.
“Walaupun sekarang bisa dilakukan melalui kesepakatan bilateral, lebih baik kita memiliki undang-undang agar tidak menimbulkan keraguan di masa depan,” ujar Yusril.
Rencana Pengaturan Mendatang
Saat ini, pemerintah juga tengah membahas pemindahan Serge Areski Atlaoui, terpidana mati kasus narkotika asal Prancis. Penandatanganan pengaturan praktis antara pemerintah Indonesia dan Prancis direncanakan berlangsung pada Februari 2025.
Dengan adanya undang-undang khusus mengenai pemindahan narapidana, pemerintah optimis dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan hubungan internasional yang lebih baik dalam sistem pemasyarakatan. (hd)