Denpasar (Baliwananews.com) – Shutdown pemerintah AS 2025 terjadi akibat kebuntuan politik antara Partai Republik dan Demokrat. Penutupan ini berdampak luas, mulai dari terganggunya layanan publik, pelemahan dolar AS, hingga perubahan signifikan pada pasar keuangan global dan domestik.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali mengalami government shutdown setelah Kongres gagal mencapai kesepakatan pendanaan menjelang tenggat waktu. Kebuntuan politik antara pemerintahan Donald Trump dari Partai Republik dan oposisi Demokrat membuat anggaran sementara tak dapat disahkan, memicu penutupan lembaga-lembaga federal sejak Rabu (1/10/2025).
Shutdown kali ini menjadi yang keempat selama masa kepemimpinan Trump dan berpotensi menimbulkan dampak signifikan terhadap ekonomi AS. Ratusan ribu pegawai federal dirumahkan tanpa gaji, sementara sejumlah layanan publik non-esensial berhenti beroperasi. Gedung Putih menjelaskan bahwa tanpa persetujuan anggaran, lembaga-lembaga pemerintah tidak memiliki dasar hukum untuk menjalankan kegiatan operasionalnya.
Selain memengaruhi aktivitas pemerintahan, dampak shutdown juga menjalar ke sektor keuangan global. Indeks Dolar AS (DXY) yang sebelumnya menguat akibat kebijakan suku bunga The Fed, kini melemah hingga ke level 97,636. Para pelaku pasar beralih ke aset aman seperti emas, yang kini menembus rekor tertinggi di level 3.895,5.
Pasar obligasi AS pun terdampak. Imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun tercatat stabil di 4,148%, sementara analis menilai shutdown historis cenderung memberi efek positif bagi obligasi namun bervariasi bagi saham.
Menariknya, dampak terhadap pasar Indonesia justru positif. Pada shutdown terakhir tahun 2018, IHSG naik 5,67% dan rupiah menguat 2,65%. Namun kali ini, investor global tetap waspada terhadap ketidakpastian politik AS yang bisa memicu volatilitas tinggi di pasar keuangan dunia.










