Bangli (Baliwananews.com) – Tekad dan janji seorang lelaki ingin memajukan desa, ini melatar belakangi bagaimana destinasi wisata Toya Davasya Kintamani bisa terkenal sampai manca negara.
“Dulu ketika saya merantau ke luar dari desa, bekal atau uang saku perjalanan itu diberikan oleh seluruh warga desa. Dari sana saya punya tekad dan janji tersendiri untuk memajukan desa kami,” ungkap Ketut Marjana selaku General Manager (GM) sekaligus owner Toya Davasya kepada di pinggir Danau Batur Kintamani Bangli, Minggu (08/10/2023).
Selain sekarang sebagai salah satu pionir perkembangan pariwisata Kintamani, ia menuturkan perjalanan Toya Davasya penuh dengan tantangan. Bermodal janji dalam diri serta keyakinan, pada tahun 2012 ia mulai menyisihkan penghasilan untuk investasi membangun Toya Davasya sembari bekerja di Kantor POS Indonesia.
“Meski saat itu jalan masuk desa kami masih seadanya dan pengunjung bisa dihitung dengan jari namun karena janji dalam diri itu membuat saya punya keyakinan. Suatu saat desa kami ini menjadi ibarat bunga dan kumbang-kumbang akan datang,” pungkas Ketut Marjana yang juga Ketua Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bangli.
Lebih lanjut dikatakan, bagaimana awal merintis Toya Davasya, ia sudah harus menelan pil pahit. Terjadi keterlambatan pembangunan mengakibatkan pembengkakan operasional sehingga aset lain dilelang bank.
“Seperti saya katakan awal tadi karena janji memajukan desa, saya harus bertahan dan yakin semua akan baik baik. Dan pada tahun 2014 saya berhenti bekerja, fokus mengelola Toya Davasya,” tuturnya.
Tidak berhenti sampai di sana, cobaan kembali datang menginjak tahun 2018 dengan munculnya varian Covid-19 melanda dunia yang mengakibatkan pariwisata mati suri. “Saat itu kami harus memberhentikan banyak karyawan. Sangat menyedihkan memang. Tapi cobaan itu harus kita lewati. Kami bahu-membahu lagi dan terus bertahan. Hingga sekarang patut saya syukuri semua cobaan dapat kami lalui,” ujar Ketut Marjana.
Sisi lain dikatakan, sebagai salah satu sosok pengusaha pariwisata lokal Bali, bahwa dalam memajukan desanya ia tidak pernah menganggap ada persaingan. “Untuk kemajuan desa saya tidak pernah menganggap ada persaingan. Tujuan kita satu, bagaimana cara desa ini lebih maju dan tertata lebih dari sekarang. Dengan begitu, tentu taraf ekonomi warga desa menjadi meningkat,” tutupnya.(rls/red)