Kasus Korupsi Chromebook, Nadiem Resmi Jadi Tersangka

banner 468x60

Jakarta (Baliwananews.com) – Kejagung menetapkan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim tersangka korupsi pengadaan Chromebook Rp1,98 triliun dan menahannya 20 hari. Nadiem membantah tuduhan, sementara empat bawahannya juga jadi tersangka.

Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbud periode 2019-2022 dengan total anggaran mencapai Rp9,3 triliun. Penetapan tersebut diumumkan dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis (4/9/2025). Usai ditetapkan, Nadiem langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari ke depan.

Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, kasus ini bermula dari serangkaian pertemuan antara Nadiem dengan perwakilan Google Indonesia pada Februari 2020. Pertemuan tersebut membahas program Google for Education dan penggunaan produk Chromebook untuk peserta didik dan kementerian. Dari pertemuan itu, disepakati bahwa produk Google yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) akan dijadikan proyek pengadaan alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Untuk merealisasikan kesepakatan, Nadiem disebut menggelar rapat tertutup via Zoom pada 6 Mei 2020 bersama sejumlah pejabat tinggi dan staf khususnya. Dalam rapat itu, Nadiem mewajibkan penggunaan Chromebook dalam proyek pengadaan TIK, padahal proses pengadaan saat itu bahkan belum dimulai.

Kejagung menyoroti bahwa menteri sebelumnya, Muhadjir Effendy, tidak merespons surat penawaran serupa dari Google karena hasil uji coba Chromebook pada 2019 dinilai gagal dan tidak cocok untuk digunakan di daerah tertinggal, terluar, dan terdalam (3T) akibat keterbatasan akses internet.

Atas perintah Nadiem, pejabat di bawahnya kemudian menyusun petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan (juknis-juklak) yang secara spesifik mengunci spesifikasi pada Chrome OS. Pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan, yang dalam lampirannya juga mengunci penggunaan Chrome OS.

Kejagung menduga tindakan Nadiem tersebut telah melanggar sejumlah peraturan, termasuk Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan petunjuk teknis DAK. Akibat dari kebijakan yang dianggap memaksa dan tidak sesuai kebutuhan ini, negara diduga mengalami kerugian finansial mencapai Rp1,98 triliun, yang berasal dari mark up harga laptop senilai Rp1,5 triliun dan pembelian software CDM senilai Rp480 miliar. Nadiem disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 untuk Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem membantah semua tuduhan. “Saya tidak melakukan apa pun. Tuhan akan melindungi saya, kebenaran akan keluar,” ujarnya kepada wartawan sebelum memasuki mobil tahanan. Sebelumnya, ia membela kebijakan ini dengan menyatakan bahwa pengadaan Chromebook telah melalui kajian komprehensif dan bertujuan untuk memitigasi learning loss serta mendukung asesmen nasional berbasis komputer selama pandemi.

Dalam kasus yang sama, Kejagung telah lebih dulu menetapkan empat orang tersangka lainnya, yaitu para bawahan Nadiem semasa menjabat, yakni Sri Wahyuningsih (Direktur SD), Mulyatsyah (Direktur SMP), serta dua staf dan konsultannya. Kasus ini menyoroti kembali kerentanan korupsi di sektor pendidikan dan pentingnya transparansi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah yang menggunakan anggaran negara yang sangat besar. (ANTARA)

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *