Ika Rayni Relawan Kemanusiaan AIDS, Tak Kenal Lelah Dampingi ODHIV

banner 468x60

Gianyar (Baliwananews.com) – Sungguh mulia hati Ika (35 tahun), keinginannya untuk membantu dan mendukung adik-adik atau teman sebayanya yang terinfeksi HIV/AIDS dan militansinya berjuang untuk mendukung mereka yang terkena penyakit mematikan itu selalu optimis menatap masa depan yang lebih baik. Dirinya tak pernah kenal lelah mendampingi dan memberikan semangat kepada ODHIV.

“ODHIV adalah singkatan dari Orang Dengan HIV/AIDS, sebagai pengganti istilah penderita yang mengarah pada pengertian bahwa orang tersebut sudah secara positif didiagnosa terinfeksi HIV/AIDS,” kata Ika.

Terlahir dengan Ni Wayan Ika Ayu Rayni S.Tr.Par, biasa dipanggil Ika Kelahiran 3 Desember 1989 terdiagnosa positif HIV di tahun 2007 ketika usia tepat 18 tahun.

“Ketika pertama mengetahui didiagnosa status HIV saat suamiku jatuh sakit, tepat dihari ulang tahun saya 3 Desember di tahun 2007, suami dibawa ke rumah sakit karena sudah mengalami sakit sedari akhir september 2007,” tutur perempuan cantik yang tinggal di Desa Sayan Ubud, Gianyar Bali itu.

Sehari setelah diagnosa itu, diriodiminta untuk datang ke rumah sakit dan menuju klinik VCT RS Sanglah (RS.Prof Ngoerah). Saat itu saya sedang hamil dengan usia kandungan 8 bulan. Langsung diberikan konseling dan pengambilan sampel darah, sejam setelahnya hasil langsung keluar dan dengan hasil yang sama “Positif HIV”.

Menikah di usia yang masih sangat muda dan dengan diagnosa positif dengan kondisi hamil 8 bulan, tidak ada hal yang bisa Ika bayangkan saat itu. Bahkan Ketika dikonseling pun yang saya tahu bahwa itu ada obatnya. Namun, setelah konseling yang membuat saya menangis dan berpikir adalah, apakah suami saya yang sedang di rawat inap dapat menerima hal itu.

Lalu di tanggal 4 Desember 2007, Ika memulai pengobatan ARV langsung, kado “Terindah” dari Tuhan tepat dihari kelahiran saya yang ke 18. Ketika itu saya mendapatkan rejimen (jenis) ARV yaitu Duviral (kombinasi dari Lamivudin dan zidovudin) serta Nevirapine. Obat ini dikonsumsi 2 kali sehari, pagi dan malam dengan jarak waktu 12 jam, harus tepat waktu sampai hari ini pun saya minum ARV itu dengan patokan alarm agar tidak telat dan lupa. Di hari keenam saya konsumsi ARV, dimana sebelumnya sudah dirujuk dan dikonseling bahwa di tahun itu program PPIA (Pencegahan Penularan Ibu ke Anak) mestinya perempuan positif HIV yang hamil harus melahirkan secara Caesar dan tidak boleh memberikan ASI.

Setelah melahirkan, bayinya pun diberikan terapi profilaksis (obat pencegahan) selama 2 minggu. Setelah bayi Ika berusia 18 bulan (1,5 tahun), dilakukan tes vct (tes HIV), Astungkara dengan hasil Negative hingga saat ini sudah berusia 16 tahun.

“Akhirnya ditahun 2016 setelah almarhum suami meninggal, saya mulai bergabung menjadi pendukung sebaya dengan ajakan dari salah seorang konselor di salah satu yayasan yaitu SPIRIT PARAMACITTA dan bertugas di Klinik VCT Merpati RSUD Wangaya,” kata Ika.

Saat itu ketika awal bergabung tekad saya hanya ingin menyelamatkan teman-teman agar tidak putus pengobatan. “Karena saya tidak ingin apa yang terjadi dengan almarhum suami saya juga terjadi pada mereka. Saya pernah merasa gagal saat setelah alm meninggal, gagal menyelamatkan beliau, salah saya karena saya putus pengobatan dan beliau juga ikut putus pengobatan,” tambahnya.

Di awal 2019 dirinya memutuskan untuk mulai terbuka atau mem-publish diri secara luas, baik secara obrolan langsung dan di sosial media. Berbagi pengalaman, berjejaring dengan mencari ilmu-ilmu terbaru di dunia HIV, mulai berani memberikan support dengan sekala besar, bukan hanya kepada teman-teman yang berada di sekitar saya saja, namun juga memberikan support secara online untuk teman-teman yang jauh dari jangkauan saya. Pekanbaru, Riau, Irian Jaya, Palembang, Bangka, Bandung, Batam.

“Terkadang ada beberapa rekan yang membuat saya merasa hanya membuang tenaga dengan Cuma-Cuma, karena ada beberapa tipikal orang yang bermain sosial media hanya karena mereka ketakutan akan fase AIDS, ketakutan dengan sakit yang mereka alami saat ini yang dikait-kaitkan dengan HIV hanya karena perilaku beresiko yang pernah mereka lakukan, walaupun ada juga yang hanya ingin mencari perhatian dan sekedar berpura-pura agar menjadi teman chat,” terang Ika.

Aksi pendampingan terhadap sesama ODHA mendapatkan apresiasi dn Kagum dari berbagai pihak. Bahkan dirinya kerap mendapatkan undangan seminar dari dalam maupun luar negeri.

Ketulusan Ika sebagai relawan kemanusiaan patut diacungi jempol. Dirinya mengabdi secara sukarela dalam gerakan sosial kemanusiaan untuk kepentingan masyarakat. Dirinya berkontribusi terhadap tercapainya Indonesia Three Zero 2030, yaitu zero infeksi baru HIV, zero kematian terkait AIDS, dan zero stigma-diskriminasi. (hd)

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *