Denpasar – baliwananews.com | Helena Lim dijatuhi hukuman 5 tahun penjara, denda Rp750 juta, dan uang pengganti Rp900 juta atas kasus korupsi tata niaga timah PT Timah Tbk 2015-2022. Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa (8 tahun dan Rp210 miliar). Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp300 triliun.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp750 juta kepada Helena Lim, terdakwa dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha PT Timah Tbk periode 2015-2022. Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang sebelumnya meminta hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Ketua Majelis Hakim, Rianto Adam Pontoh, menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Helena juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp900 juta, jauh lebih rendah dari tuntutan awal sebesar Rp210 miliar.
Kasus ini mencuat dari dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang merugikan negara hingga Rp300 triliun berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Helena Lim, yang dikenal sebagai “Crazy Rich Pantai Indah Kapuk,” berperan sebagai pemilik PT Quantum Skyline Exchange yang digunakan untuk menampung dana hasil pengelolaan komoditas timah. Namun, hakim berpendapat Helena tidak menikmati seluruh dana tersebut, kecuali keuntungan dari selisih kurs sebesar Rp900 juta.
Vonis ini menuai kritik karena dianggap terlalu ringan mengingat besarnya kerugian negara. Tuntutan jaksa sebesar 8 tahun penjara dan kewajiban penggantian Rp210 miliar mencerminkan upaya hukum yang seharusnya lebih berat terhadap terdakwa dalam kasus berskala besar seperti ini.
Majelis hakim beralasan bahwa Helena tidak menikmati seluruh dana yang diterima, melainkan hanya keuntungan dari kurs valuta asing. Namun, argumen ini memunculkan pertanyaan tentang perlakuan hukum yang setara, terutama mengingat keterlibatan pihak lain yang juga dijatuhi hukuman ringan, seperti Harvey Moeis dengan vonis 6,5 tahun penjara.
Penjatuhan hukuman yang ringan terhadap terdakwa korupsi besar berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Selain itu, pengenaan uang pengganti Rp900 juta terkesan tidak sebanding dengan skala kerugian yang terjadi. (hd)