Bali (baliwananews.com) – TikTok Diklaim Memiliki Fitur Project S yang Dapat Membaca Kebiasaan Konsumen RI. Proyek ini dianggap akan berpotensi merugikan pelaku UMKM jika diterapkan di Indonesia karena algoritma yang dimiliki oleh platform Tiktok Project S ini juga dapat mengetahui produk apa saja yang diminati oleh pasar di sebuah negara. Walaupun demikian, belum ada informasi yang menyatakan bahwa Project S akan diluncurkan di Indonesia.
Project S TikTok Shop pertama kali dilaporkan Financial Times pada 21 Juni 2023. Strategi menjual produk sendiri pada Project S Tiktok ini hadir dalam bentuk fitur Trendy Beat di Inggris. Di aplikasi TikTok, fitur Trendy Beat hadir untuk menjual produk-produk yang sedang populer. Proyek ini dicurigai menjadi cara perusahaan menjadi market intelligence karena TikTok Shop menggabungkan antara cross border, retail online, dan media sosial dengan menggunakan algoritma, sehingga akan mudah untuk mengoleksi data produk yang laris-manis atau yang disukai oleh konsumen di suatu negara.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan menengah atau Menkop UKM Teten Masduki menyoroti soal Project S yang sedang dikembangkan oleh TikTok. Proyek ini dianggap akan berpotensi merugikan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah jika diterapkan di Indonesia karena algoritma yang dimiliki oleh platform Tiktok Project S ini juga dapat mengetahui produk apa saja yang diminati oleh pasar di sebuah negara. Selain itu Teten menganggap bahwa pola bisnis Project S memang tidak sesuai dengan upaya pemerintah untuk menjaga iklim usaha UMKM tanah air. Maka, ia menganggap ritel online memang seharusnya tak boleh menjajakan langsung produk miliknya maupun afiliasi bisnis dari negara asalnya, seperti China. Dengan kemampuan riset pasar Project S, Tiktok akan mampu melihat produk unggulan di pasar tertentu, kemudian menjiplaknya dan menjualnya di pasar tersebut dengan harga yang lebih murah, fenomena ini tentu akan menyebabkan kerugian bagi UMKM.
Di Indonesia, nilai transaksi pembelian kotor atau gross merchandise value (GMV) di TikTok Shop sepanjang tahun lalu senilai US$ 2,5 miliar. Angka tersebut menyumbang mayoritas atau 56,8% dari total GMV di Asia Tenggara senilai US$ 4,4 miliar. Perwakilan TikTok Indonesia menyampaikan bahwa perusahaan selalu mencari cara baru untuk meningkatkan pengalaman komunitas TikTok. Hingga saat ini, fitur itu belum tersedia di Indonesia. Selain itu, tidak ada informasi bahwa fitur ini akan diluncurkan di Tanah Air dalam waktu dekat. (hw/kompas.com)