Denpasar – baliwananews com | Warga Denpasar Putu Suasta yang juga Alumni UGM dan Cornell University menyayangkan Pasar Kreneng yang penuh sejarah menjadi sangat kumuh dan tidak terurus sejarahnya menjadi redup karena dilakukan pembiaran seperti kanker darah, mati pelan-pelan. Bahkan terkesan Pemkot Denpasar tidak peduli dengan renovasi dan pemeliharaannya.
“Atap yang bocor menyeluruh dan sudah bertahun tahun, lampu penerangan di Los penjualan redup membikin mata bisa rabun, semen dan keramik dari lantai berubah warna dari merah menjadi hitam lumpur, tidak kelihatan karena jorok,” kata Suasta yang juga Pemerhati Kebijakan Publik ketika jalan-jalan ke Pasar Kreneng di Denpasar, Kamis (8/5).
Padahal Pasar Kreneng terletak di episentrum Kota Denpasar, pusat pemerintahan Denpasar, Pemerintahan Bali, DPRD Bali, 100 meter dari Gedung DPRD Kota Denpasar, sekolah, hingga perguruan tinggi ada disekitarnya.
Depan Pasar Kreneng ada kampus Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (STISPOL) Wira Bhakti Denpasar, tidak jauh dari Universitas Dwijendra, Universitas Mahasaraswati, SMAN 1 Denpasar, SMPN 1 Denpasar, Kantor Walikota Denpasar, DPRD Denpasar, hingga Rumah Jabatan Gubernur Bali.
Suasta menanyakan, Pemerintah Kota Denpasar ada dimana? “Pemkot Denpasar seperti melakukan pembiaran terhadap pusat UMKM tradisional, tempat bersejarah itu sudah banyak bocor, perlu segera dilakukan pembenahan,” tegasnya.
Padahal Pasar Kreneng sudah dipromosikan dalam website Pemerintah Kota Denpasar pada laman denpasarkota.go.id. Pasar Kreneng dijadikan salah satu pasar yang sangat dikenal masyarakat Bali khususnya warga Kota Denpasar.
Pasar itu pada pagi hari hingga menjelang siang merupakan pasar tradisional yang menjual barang kebutuhan sehari-hari seperti layaknya pasar umumnya.
Namun yang menarik adalah saat menjelang malam, kawasan pasar ini berubah menjadi pasar malam yang sebagian besar pedagangnya menjajakan makanan serta pakaian jadi.
Untuk itu, Pasar Kreneng beroperasi hampir 24 jam penuh tiap harinya karena pasar malamnya beroperasi hingga subuh.
Dengan kondisi Pasar Kreneng yang kumuh tersebut, dirinya dan banyak masyarakat merasa prihatin , pedagang menjadi komunitas yg paling menderita secara ekonomi dan kesejahteraan. Tentu menurunkan minat pembeli.
Parkir mesti juga diatur dengan baik, apalagi bus Trans Metro Dewata (TMD) kesulitan memutar karena tempat masuknya penuh kendaraan bermotor yang parkir . “Bisa dibatasi tempat parkir kendaraan dengan tempat turun naiknya penumpang TMD,” harapnya.
Begitu juga tempat jualan lapak kaki lima tidak diberikan berserakan di pinggir jalan raya. Ditambah adanya TPS Kreneng agar sampah diolah serius sehingga tidak menimbulkan bau.
Suasta meminta Kepala Dinas Pemkot Denpasar yang mengurus Pasar Kreneng turun ke lapangan. Dan juga teman teman DPRD Kota mengawasi dan juga turun ke lapangan melihat kondisi faktual. “Anggaran ada di Denpasar, duitnya banyak, menata pasar tidak habis lebib dari Rp100-200 juta,” tegasnya.
Semestinya pemerintah hadir kepada “wong cilik”, bukan sekedar slogan pada saat kampanye.
“Masak kalah dengan Laos dan Kamboja, negara ekonomi lebih rendah tetapi pasar tradisionalnya lebih bersih dan rapi,” ungkap Suasta yang baru pulang dari jalan-jalan ke Pasar Tradional Laos dan Kamboja bebrrapa waktu lalu.
Ditekankan kembali, jangan sampai pedagang dipungut iuran sewa saja tetapi tidak diberikan fasilitas yang memadai. Pasar tidak perlu mewah seperti mall atau supermarket atau hotel. Namun pasar agar tetap bersih, nyaman dan rapi. Lengkapi dengan tempat duduk, taman sehingga pasar tradisional menjadi tempat wisata kuliner yang bermartabat dan berbudaya.dDan juga bisa menjadi tempat para milenial dan generasi Z beraktivitas kreatif. (hd)