Ubah Sistem Pemilu Jadi Tidak Langsung Tak Jamin Perilaku Koruptif Nihil

Nasional, Politik63 Views
banner 468x60

Denpasar – baliwananews.com | Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Hurriyah menilai, mengubah sistem pemilihan umum (pemilu) menjadi tidak langsung tak bisa menjamin nihilnya tindak pidana korupsi. Menurutnya, sistem pemilu tidak ada kaitannya dengan tindakan koruptif maupun menimbulkan biaya politik yang tinggi. Dua alasan ini kerap digunakan beberapa pihak untuk mengusulkan sistem pemilu diubah dari langsung menjadi tidak langsung.

“Tidak ada hubungannya sebenarnya dengan apakah sistem itu akan mendorong korupsi dan biaya politik yang tinggi,” kata Hurriyah seperti dilansir dari laman Kompas.com, Kamis (26/12/2024) malam.

Ia lantas menguji argumen para politisi dengan dua sistem pemilu yang telah diterapkan di Indonesia, termasuk sistem pemilu tidak langsung yang sempat berjalan di era Orde Baru. Sama seperti pemilu langsung yang dituding memiliki sebab-akibat dengan perilaku koruptif, pemilu tidak langsung pada saat itu pun menjadi ajang bancakan para elite parpol.

“Apakah dua-duanya koruptif? Iya, dua-duanya koruptif. Di Orde Baru kita tahu, ada praktek korupsi. DPRD yang semestinya menjadi representasi rakyat, tetapi kan justru malah menjadi tukang stempel saja, DPR juga sama gitu, ya,” ucap dia.

Perilaku koruptif ini lalu memicu usulan sistem politik diubah menjadi langsung pada era reformasi hingga saat ini. Semangatnya, kata Hurriyah, untuk memperkuat kembali hubungan calon pemimpin dan calon legislatif dengan rakyat maupun konstituen.

“Semangatnya, masyarakat lebih punya kedaulatan penuh untuk memilih wakil-wakilnya sendiri,” tutur dia. Dari dua sistem pemilu itu, lanjut Hurriyah, sikap elit politik tetap tidak berubah. Partai politik termasuk calon legislatif hingga calon kepala daerah tetap menggunakan uang (money politics) maupun perilaku koruptif lain untuk membeli suara demi memenangkan kontestasi.

Tak jarang, partai menyuap penyelenggara pemilu untuk mengubah perolehan suara (voters trading). Oleh karenanya ia berpandangan, sikap parpol perlu diubah alih-alih mengubah sistem Pemilu dari langsung menjadi tidak langsung.

“Nah, jadi kita bisa lihat sebenarnya, penyebab dari persoalan korupsi, penyebab dari persoalan mahalnya biaya politik, penyebab dari pragmatisme politik pemilih, ini sebenarnya berakar dari partai politik di Indonesia yang tidak mau mereformasi dirinya,” tandas Hurriyah.

Sebelumnya diberitakan, usulan mengubah sistem pemilu dari langsung menjadi tidak langsung beredar dalam beberapa tahun belakangan.

Belakangan, wacana ini kembali muncul agar Indonesia cukup sekali menyelenggarakan pemilu untuk memilih anggota DPRD saja. Sementara, pemilihan gubernur dan bupati dilakukan oleh DPRD. Sistem pemilu ini telah dilakukan di negara tetangga Indonesia, seperti Malaysia, India dan Singapura, dengan biaya yang lebih efisien. (kompas.com)

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *