SE Gubernur Bali No 9/2025 Tidak Bisa dijadikan Dasar Hukum untuk Jatuhkan Sanksi

banner 468x60

Denpasar – baliwananews.com | Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk menjatuhkan sanksi kepada masyarakat maupun pelaku usaha. Sebab SE hanya bersifat administratif dan tidak memiliki kekuatan mengikat seperti peraturan perundang-undangan karena sejatinya SE itu setara dengan nota dinas.

Hal tersebut diungkapkan Pengamat kebijakan publik yang juga praktisi hukum Gede Pasek Suardika (GPS) dalam pesan WhatsAppnya, Rabu (16/4).

“SE itu sebenarnya masuk ke dalam rumpun administrasi negara yang posisinya berada di level kebijakan. Dalam beberapa ketentuan, SE itu setara dengan nota dinas,” kata Pasek Suardika lewat unggahan di akun media sosialnya, menanggapi polemik SE Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.

Terdapat kejanggalan dalam SE tersebut, terutama pada klausul pelarangan penggunaan plastik serta produksi dan distribusi air kemasan di bawah satu liter. GPS menilai, SE bersifat diskresi internal dan hanya berfungsi sebagai arahan.

“Kalau sampai dijatuhkan sanksi berdasarkan SE, maka bisa digugat. Penguasa juga bisa digugat,” kata GPS mengingatkan.

Ia bahkan menyatakan kesiapannya memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat yang dikenai sanksi berdasarkan SE tersebut.

“Kalau ada pedagang pasar dilarang pakai tas kresek, terus kalau tetap pakai lalu usahanya ditutup? Itu nggak bisa. Gubernur nggak punya kewenangan menutup usaha yang legal hanya karena alasan SE,” jelasnya.

Padahal menurutnya akan menarik jika ada yang mewakili gubernur misalnya Pokli (Kelompok Ahli) nya untuk membahas SE tersebut.

Meski demikian, GPS menyatakan mendukung upaya Gubernur Bali Wayan Koster untuk mengurangi sampah plastik. Namun, ia menilai kebijakan tersebut harus dilakukan secara tepat, dengan dasar hukum yang jelas dan tidak merugikan masyarakat.

Menurutnya, pengendalian sampah harus diawali dari pembentukan kebiasaan masyarakat dan penyediaan infrastruktur yang memadai. Ia mencontohkan perlunya penyediaan fasilitas air minum isi ulang sebelum melarang penggunaan air kemasan kecil.

“Sudahkah disediakan alternatifnya? Apakah air PDAM-nya layak? Kalau nggak ada infrastrukturnya, bagaimana masyarakat mau cari minum,” ujar GPS.

Dirinya menilai, kebijakan berbasis SE seharusnya dibarengi dengan pendekatan edukatif, bukan ancaman. (hd)

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *