Denpasar – baliwananews.com | Ada yang menarik dari kisah rombongan 7 Partai yang mengawal Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Denpasar Gede Ngurah Ambara Putra (GNAP) dan Nengah Yasa Adi Susanto yang disebut paslon ‘ABDI Denpasar’ mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah untuk Pemilihan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Denpasar (Pilwali Denpasar) pada Kamis 29 Agustus 2023 ke KPU Kota Denpasar.
Partai-partai pendukung Pasangan ABDI Denpasar yang terdiri dari Gerindra, PSI, NasDem, Garuda, Partai Buruh, PAN, dan PKS tersebut terlihat kompak, loyal dan tertib mengawal pasangan ini.
Mereka rela berpanas-panasan dibawah terik matahari yang menyengat kawasan Renon sambil meneriakkan yel-yel “Hidup Prabowo-Gibran” dan diiringi berbagai kesenian dan atraksi budaya seperti Baleganjur dan Barongsai, paslon ‘ABDI Denpasar’ memang berkomitmen untuk tulus mengabdi untuk masyarakat dan menegakkan visi dan misi serta semangat dari “Prabowo-Gibran”.
Didepan Monumen Bajra Sandi, dengan lantang mereka kumandangkan janji setia untuk mengawal perjuangan ‘ABDI Denpasar’ sampai menang.
Entah mengapa mereka jadi sekompak ini dan termotivasi sedemikian kokohnya untuk pasangan ini, apakah perwujudan keinginan untuk adanya perubahan yang sudah kian lama, seiring didapati fakta berdasarkan data Tahun 2023 bahwa capaian indikator makro ekonomi RPJMD Kota Denpasar memiliki perkembangan yang baik adalah IPM, Angka Pengangguran, dan PDRB per kapita. Sementara, angka kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan indeks gini menunjukkan perkembangan yang kurang baik.
Semangat para relawan jelas ini menjadi suatu pertanda makin terbentuknya jejaring yang solid untuk perubahan kota Denpasar.
Ketika ditanyai, GNAP mengaku heran mengapa IPM nya meningkat tapi angka kemiskinan justru meningkat pula.”Mungkin angka kemiskinan meningkat dikarenakan akses pendidikan yang tidak merata,” gumamnya.
Seorang relawan yang tidak mau disebut namanya menghampiri sambil berkata, “Ada anggapan, jika seseorang berkuasa terlalu lama, maka cenderung berpotensi otoritarian bahkan KKN”.
Penulis sendiri diam tak bisa berkata-kata dan tidak menghiraukan karena fokus ditelan keramaian suasana. (hd)
