Denpasar (Baliwananews.com) – Debat cawapres memunculkan istilah menarik “greenflation,” yang artinya kenaikan harga akibat transisi ke ekonomi hijau. Isabel Schnabel dari ECB pernah memperingatkan bahwa kebijakan pro-lingkungan dapat memaksa penarikan stimulus lebih cepat.
Dalam debat cawapres pada Minggu (21/1/2024), calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, mengangkat isu yang menarik perhatian, yaitu “greenflation.” Istilah ini mengacu pada kenaikan harga yang dipicu oleh peralihan menuju ekonomi hijau. Sumber daya yang mahal dan bahan baku untuk energi ramah lingkungan menjadi pemicu utama greenflation.
Menurut Kamus Cambridge, greenflation didefinisikan sebagai kenaikan harga akibat transisi ke ekonomi hijau. Proses ini melibatkan perusahaan yang mengeluarkan lebih banyak anggaran untuk beradaptasi dengan energi ramah lingkungan. Kenaikan ini berimbas pada konsumen akhir, menciptakan ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan sumber daya.
Isabel Schnabel dari European Central Bank (ECB) pernah mengingatkan bahwa kebijakan pro-lingkungan mungkin meningkatkan harga energi, memaksa bank sentral untuk menarik stimulus lebih cepat. Meskipun adaptasi teknologi ramah lingkungan bisa mengurangi emisi karbon, penggunaan mineral seperti tembaga, litium, dan kobalt meningkat, menyebabkan kenaikan harga komoditas.
Namun, ada kabar baik terkait greenflation. Harga lithium, salah satu pendorong utama, mengalami penurunan seiring peningkatan pasokan. Menurut Goldman Sachs, meskipun produksi kendaraan listrik terus berlanjut, rantai pasokan lithium stabil. Hingga awal 2024, harga lithium turun hingga $14 per kg.
Meskipun ancaman greenflation mereda, perdebatan mengenai cara mengatasinya tetap penting. Keseimbangan antara transisi ke ekonomi hijau dan upaya menjaga harga stabil menjadi tantangan utama. Debat ini mencerminkan kompleksitas perubahan menuju lingkungan yang lebih bersahabat di tengah dinamika ekonomi global. (hd)
