Denpasar – baliwananews.com | Presiden Joko Widodo berencana mengenakan cukai pada makanan olahan siap saji untuk mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak, demi mencegah penyakit kronis dan meningkatkan kesadaran kesehatan. Namun, industri makanan khawatir kebijakan ini akan menaikkan harga dan mengurangi penjualan. Kebijakan ini masih dalam tahap diskusi dengan DPR dan pertimbangan dampak ekonomi dan sosial.
Presiden Joko Widodo membuka opsi pengenaan cukai pada makanan olahan siap saji sebagai bagian dari upaya mengendalikan konsumsi gula, garam, dan lemak. Kebijakan ini tercantum dalam Pasal 194 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dalam penjelasan Pasal 194, pangan olahan didefinisikan sebagai makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Sementara pangan olahan siap saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan, baik di tempat usaha seperti restoran dan hotel, maupun di luar tempat usaha seperti kaki lima dan gerai makanan keliling.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto, menyatakan bahwa narasi pengenaan cukai ini masih merupakan usulan dari Kementerian Kesehatan dan belum diterapkan secara resmi. DJBC masih perlu melakukan kajian lebih lanjut dan berdiskusi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengimplementasikan kebijakan ini.
Pengenaan cukai ini bertujuan untuk menekan konsumsi makanan olahan yang mengandung gula, garam, dan lemak berlebih yang dapat menimbulkan berbagai penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung. “Pemerintah Pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi aturan turunan UU Kesehatan tersebut. Selain itu, penerimaan negara akan meningkat dari sektor cukai yang dapat digunakan untuk berbagai program kesehatan dan infrastruktur. Kebijakan ini juga dapat meningkatkan kesadaran konsumen tentang pentingnya pola makan sehat dan bahaya konsumsi berlebihan dari makanan olahan siap saji.
Namun, Para pelaku industri makanan olahan siap saji menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap dampak ekonomi kebijakan ini. Mereka menilai bahwa kenaikan harga makanan olahan siap saji dapat menambah beban ekonomi masyarakat, terutama bagi mereka yang sering mengkonsumsi produk tersebut. Industri makanan olahan siap saji mungkin akan mengalami penurunan penjualan, yang dapat berdampak pada tenaga kerja dan pendapatan mereka. Penegakan dan pengawasan kebijakan ini juga memerlukan upaya dan biaya tambahan dari pemerintah untuk memastikan kepatuhan dari para pelaku industri. Konsumen mungkin beralih ke produk yang lebih murah dan kurang sehat, yang bisa jadi tidak dikenakan cukai, mengurangi efektivitas kebijakan.
Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai aspek sebelum mengimplementasikan kebijakan pengenaan cukai pada makanan olahan siap saji. Meskipun tujuan kebijakan ini untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan pendapatan negara sangat penting, dampak ekonomi dan sosialnya juga harus diperhatikan agar kebijakan ini dapat diterapkan secara efektif dan adil. (hd)