Denpasar (Baliwananews.com) – Kuasa hukum Prof Antara Gede Pasek Suardika (GPS) menerangkan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memastikan dalam pembacaan Tuntutan dan tanggapan Repliknya untuk tidak lagi mempersoalkan potensi kerugian negara pada Perkara Nomor 23/Pid.SUS-TPK/2023/PN DPS yang konon katanya ada kerugian negara sebesar 335 miliar lalu berubah menjadi 475 miliar. Namun yang jadi pertanyaan bagaimana dengan penyebutan kerugian negara yang pernah didakwakan sebelumnya?. Hal tersebut menjadi sesuatu ‘big mark question’ atau menjadi catatan serta pertanyaan mendasar mengapa kasus ini masih dilanjutkan dan berubah menjadi hanya sebuah perbuatan pungli semata yang juga belum disebut berapa nilainya.
“Lalu kemana hilangnya narasi sesat dengan dalil tuduhan telah adanya potensi kerugian negara ratusan milyar yang dilakukan klien kami pada awal-awal kasus ini dimulai? Bahkan menjadi provokasi ‘headline’ pemberitaan di media-media online,” kata GPS pasca berakhirnya sidang dugaan kasus korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) penerimaan mahasiswa baru Jalur Mandiri terhadap mantan rektor Prof. I Nyoman Gde Antara di Universitas Udayana di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (6/2/2024).
Pihaknya menyayangkan bahwa kliennya tidak dituntut oleh sesuatu yang tidak pernah dilakukan bahkan difitnah secara keji dan dipaksa masuk bui sampai kehilangan jabatan dan dituntut hukuman selama 6 Tahun.
“Bahkan didalam nota pembelaannya Klien kami yang ditulis tangan, menantang peradilan ini untuk segera dilakukan sumpah Cor terhadap dirinya dikarenakan telah begitu lelah menjelaskan secara jujur dan faktual kesaksiannya namun hal itu tidak direspon JPU,” kata GPS.
Sumpah Cor di Bali merupakan sumpah yang sangat sakral. Diyakini kutukan sumpah itu akan berlaku hingga tujuh turunan terhadap keluarga yang menjalani sumpah. Sebaliknya bila tuduhan tidak terbukti, maka kutukan sumpah cor akan berbalik kepada orang yang menuduh. Selain kepada anak, kutukan sumpah cor juga berlaku bagi adik, kakak, saudara sepupu, hingga mindon (sepupu dua kali) kepada orang yang menuduh, bila tuduhannya tidak terbukti.
Terkait adanya narasi adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI yang dipakai acuan dalam menyatakan tuduhan bahwa penghimpunan dana SPI konon katanya ilegal yang digunakan untuk membangun sarana dan prasarana akademik. Prof Antara membantah tuduhan tersebut karena selama pembangunannya tidak sama sekali menggunakan dana SPI karena dana yang kami pakai untuk membayar dosen kontrak dan pegawai kontrak yang tidak dianggarkan oleh APBN tersebut adalah dana PNBP yang didalamnya diperuntukkan untuk dana UKT, dana kerjasama, pembayaran asset, unit-unit usaha dan lini bisnis akademik meskipun lainnya termasuk dana SPI didalamnya.
“Sebab PMK itu mengatur terkait tarif layanan akademik dan semua universitas juga memiliki akan tetapi yang mengatur mengenai sumbangan tetaplah menjadi ranah kementerian teknis,” pungkas Prof Antara. (hd)