Bali (baliwananews.com) – Sesuai dengan KEP-77/D.04/2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya memberikan izin usaha kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai penyelenggara Bursa Karbon. Perdagangan melalui Bursa Karbon akan diluncurkan perdana pada 26 September mendatang.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya memberikan izin usaha kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai penyelenggara Bursa Karbon. Izin usaha tersebut tertuang dalam KEP-77/D.04/2023 yang berlaku sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Anggota Dewan Komisioner pada tanggal 18 September 2023.
Pemberian izin usaha kepada PT Bursa Efek Indonesia sebagai Penyelenggara Bursa Karbon didasarkan pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon.
Perdagangan karbon melalui Bursa Karbon akan diluncurkan mulai pekan depan, tepatnya pada 26 September 2023 mendatang. Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar.
Mahendra menyampaikan, dengan diresmikannya perdagangan karbon melalui Bursa Karbon, seluruh proses yang mendukung keberhasilan dan kesuksesan perdagangan karbon mulai dari hulu, penyiapan kegiatan, unit karbon, segala bentuk registrasi, verifikasi, sertifikasi dan pembuktian keabsahannya dapat dijaga dan dilaksanakan dengan baik dan dapat menjadi investasi terhadap keberlanjutan lingkungan hidup, terutama untuk mengurangi emisi karbon.
Bursa Karbon merupakan bagian dari upaya OJK untuk mendukung pemerintah dalam melaksanakan program pengendalian perubahan iklim melalui pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), sejalan dengan komitmen Paris Agreeement, serta mempersiapkan perangkat hukum domestik dalam pencapaian target net zero emission pada tahun 2060.
Bursa Karbon menjadi mekanisme yang mengatur perdagangan serta mencatat kepemilikan unit karbon sesuai dengan mekanisme pasar yang bertujuan mengurangi emisi GRK melalui jual-beli karbon. Selain sebagai upaya pengurangan GRK, perdagangan karbon juga bermanfaat untuk efisiensi energi dan pengembangan energi baru terbarukan, menjaga kenaikan suhu global, serta terbukanya peluang ekonomi baru bagi negara yang berpartisipasi.
Sebelumnya, sudah ada beberapa negara yang menerapkan perdagangan karbon, seperti Uni Eropa, Swiss, Selandia Baru, Kazakstan, Korea Selatan, Australia, Kanada, Meksiko, dan China. Melansir Tempo, jika Indonesia turut berpartisipasi, diperkirakan akan menyumbang 75-80 persen kredit karbon dunia dan dapat memberikan kontribusi hingga lebih dari US$150 miliar untuk perekonomian Indonesia. (red)