Jakarta – baliwananews.com | Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan terhadap pasal-pasal UU ITE yang dianggap karet, termasuk oleh jaksa Jovi Andrea. MK memperjelas batasan “kerusuhan” dan pelanggaran pencemaran nama baik untuk lindungi hak berekspresi warga.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan KUHP, yang diajukan oleh jaksa Jovi Andrea dan warga bernama Daniel Frits M. Tangkilisan. Gugatan ini muncul dari kekhawatiran terhadap potensi kriminalisasi ekspresi, khususnya kritik terhadap pemerintah.
Jovi Andrea, yang saat ini ditahan karena unggahan kritiknya di media sosial, menggugat Pasal 310 ayat (3) KUHP dan beberapa pasal dalam UU ITE. Ia menilai frasa “demi kepentingan umum” tidak memiliki kejelasan dan membuka celah kriminalisasi terhadap kritik yang sah. MK menanggapi dengan memerintahkan pemohon untuk memperkuat uraian kerugian konstitusionalnya.
Dalam putusan perkara No. 115/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa kata “kerusuhan” dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE hanya berlaku jika mengganggu ketertiban di ruang fisik, bukan digital. Ini bertujuan untuk memperjelas penegakan hukum agar sesuai prinsip kepastian hukum.
Sementara itu, Daniel menggugat pasal-pasal pencemaran nama baik dan ujaran kebencian. MK menyatakan frasa seperti “orang lain” dan “suatu hal” harus ditafsirkan secara ketat agar tidak menjaring ekspresi sah seperti kritik, satire, atau opini netral.
Putusan ini menunjukkan komitmen MK terhadap perlindungan kebebasan berekspresi dan membatasi penerapan pasal-pasal karet dalam UU ITE. Meski tak semua gugatan dikabulkan, putusan ini memberi arah penting bagi pembaruan hukum digital di Indonesia. (hd)