Jakarta – baliwananews.com | Penggunaan gas air mata oleh polisi dalam demonstrasi di Jakarta dan Semarang menuai kecaman. Kompolnas meminta evaluasi, dan Komnas HAM mendesak pendekatan yang lebih humanis. Presiden Jokowi minta pembebasan demonstran. Masyarakat menuntut transparansi dan perubahan dalam penanganan unjuk rasa.
Penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian dalam menangani demonstrasi di berbagai daerah, khususnya di DKI Jakarta dan Semarang, telah memicu kontroversi dan kecaman luas dari masyarakat. Menyikapi hal ini, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berencana untuk menyurati Mabes Polri, meminta evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan gas air mata dalam pengamanan unjuk rasa. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap kritik tajam publik terhadap tindakan represif aparat yang dinilai berlebihan.
Di Yogyakarta, aksi massa bertajuk “Mimbar Demokrasi” juga mengutuk keras penggunaan gas air mata oleh kepolisian. Demonstrasi yang dihadiri oleh mahasiswa, aktivis, hingga seniman ini menyuarakan protes mereka terhadap tindakan represif yang dianggap tidak proporsional. “Rakyat bukan sasaran tembak,” tegas seorang orator dalam aksi tersebut, menekankan kekecewaan masyarakat terhadap pendekatan aparat.
Kritik terhadap penggunaan gas air mata terus meluas. Banyak pihak menyoroti dampak negatif dari penggunaannya, terutama bagi masyarakat yang tidak terlibat dalam demonstrasi, termasuk anak-anak. Selain itu, penggunaan gas air mata yang berlebihan juga kembali mengingatkan publik pada Tragedi Kanjuruhan, di mana ratusan orang kehilangan nyawa akibat penggunaan gas air mata yang tidak terkendali.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut mendesak kepolisian untuk mengevaluasi tindakan mereka, termasuk penggunaan gas air mata dalam penanganan demonstrasi. Presiden Joko Widodo juga memberikan tanggapannya, meminta agar para demonstran yang ditahan segera dibebaskan, dan menekankan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi di mana penyampaian aspirasi melalui demonstrasi adalah hal yang wajar dan dijamin undang-undang.
Sementara itu, Polda Jawa Tengah menyatakan bahwa pengamanan terkait peristiwa di Semarang telah dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). Namun, hingga kini Mabes Polri belum memberikan pernyataan resmi mengenai kritik terhadap penggunaan gas air mata secara keseluruhan.
Masyarakat menuntut evaluasi komprehensif terhadap penggunaan gas air mata, serta pendekatan yang lebih humanis dan menghormati hak asasi manusia dalam penanganan demonstrasi. Mereka juga mendesak transparansi dan akuntabilitas dari pihak kepolisian.
Kontroversi ini mencerminkan ketidakpuasan dan keresahan masyarakat terhadap cara kepolisian menangani demonstrasi, serta menuntut perubahan menuju pendekatan yang lebih baik, yang mengedepankan dialog, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan penggunaan kekuatan yang proporsional. (hd)