Denpasar (baliwananews.com) – KPK menyelidiki dugaan korupsi pengalihan setengah dari tambahan 20.000 kuota haji 2024 dari jemaah reguler ke haji khusus. Kerugian negara diperkirakan Rp1 triliun dengan lebih dari 100 agen travel terlibat.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan korupsi pembagian kuota haji tahun 2024. Dari tambahan 20.000 kuota haji, setengahnya yang seharusnya dialokasikan kepada jemaah haji reguler justru dialihkan ke haji khusus. Skema ini melanggar ketentuan resmi yang mengatur 92 persen kuota untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. KPK memperkirakan kerugian negara akibat penyimpangan ini mencapai Rp1 triliun dan menduga lebih dari 100 agen travel terlibat dalam proses pengalihan kuota tersebut.
Pada 13 Agustus 2025, tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di kantor Kementerian Agama dan sebuah rumah di Depok. Dari dua lokasi tersebut, KPK menyita dokumen, barang bukti elektronik, serta satu unit mobil. Mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, bersama dua orang lainnya, dikenai pencekalan ke luar negeri selama enam bulan. Langkah ini diambil untuk memastikan ketiganya tersedia bagi kebutuhan penyidikan. Saat ini, KPK masih mendalami alur pembagian kuota dan aliran dana yang terkait.
Berdasarkan analisa Talas dari sisi liberal, penanganan kasus ini dinilai harus menitikberatkan pada transparansi dan akuntabilitas. Keterlibatan lebih dari 100 agen travel dipandang sebagai indikasi adanya jaringan yang luas dan berpotensi sistemik. Perspektif ini menilai penyelewengan kuota haji bukan sekadar persoalan hukum, tetapi juga bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik. Terlebih, kebijakan awal Presiden untuk menambah kuota haji reguler justru disimpangi. Sorotan juga tertuju pada kemungkinan adanya imbal balik ke pihak tertentu yang memperkuat dugaan korupsi.
Dari sisi konservatif, perhatian utama tertuju pada kelancaran proses hukum. Pencekalan terhadap tiga orang, termasuk mantan Menteri Agama, dianggap sebagai langkah tepat untuk mencegah hambatan penyidikan. Penggunaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dinilai sesuai, menunjukkan bahwa penegakan hukum dijalankan berdasarkan kerangka hukum yang jelas. Perspektif ini menekankan pentingnya kehati-hatian, dengan memastikan seluruh bukti diperiksa secara menyeluruh sebelum penetapan tersangka, guna menjaga integritas proses hukum.
Kasus kuota haji 2024 membuka persoalan serius dalam tata kelola ibadah yang melibatkan kepercayaan jutaan umat. Penegakan hukum menjadi kunci, namun ke depan, sistem pembagian kuota haji perlu diawasi lebih ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. (hd)