Denpasar (Baliwananews.com) – BPJS Kesehatan menegaskan perawatan DBD ditanggung penuh tanpa batas biaya. Rujukan dilakukan sesuai indikasi medis, bukan permintaan peserta. Hingga paruh 2025 terdapat 166.000 kasus dengan biaya lebih dari Rp700 miliar. Masyarakat diimbau lakukan pencegahan dan vaksinasi dengue.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menegaskan bahwa pengobatan dan perawatan penyakit demam berdarah dengue (DBD) sepenuhnya ditanggung oleh Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tanpa adanya batas biaya atau plafon. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD, menyampaikan bahwa seluruh peserta berhak mendapatkan layanan medis DBD sesuai ketentuan yang berlaku. “Tidak ada plafon untuk perawatan DBD atau penyakit lain, namun peserta harus melalui fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) sebelum dirujuk ke rumah sakit,” ujarnya dalam diskusi di Jakarta.
Ali Ghufron menjelaskan bahwa proses rujukan dilakukan berdasarkan indikasi medis dan kondisi klinis pasien, bukan atas permintaan peserta. Ia juga meluruskan kesalahpahaman masyarakat bahwa BPJS hanya menanggung rawat inap selama tiga hari. “Itu tidak benar, BPJS Kesehatan tidak pernah memiliki kebijakan yang mewajibkan pasien pulang dalam waktu tiga hari. Lama perawatan ditentukan oleh tim dokter di rumah sakit,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa rumah sakit wajib menangani pasien gawat darurat tanpa boleh menolak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Menurut data BPJS Kesehatan, hingga paruh kedua tahun 2025 tercatat lebih dari 166.000 kasus DBD di Indonesia, dengan 59 persen di antaranya diderita oleh peserta berusia di bawah 20 tahun. Meski sebagian besar wilayah belum memasuki musim hujan, jumlah kasus terus meningkat. “Untuk rawat jalan, biaya per pasien sekitar Rp200.000–Rp300.000, sedangkan rawat inap rata-rata Rp4,5 juta. Jika dikalikan dengan jumlah pasien, total biaya perawatan DBD telah melampaui Rp700 miliar,” kata Ali Ghufron.
Beban ekonomi akibat DBD tidak hanya dirasakan oleh BPJS Kesehatan, tetapi juga oleh keluarga pasien. Oleh karena itu, Ali Ghufron mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam pencegahan melalui perilaku hidup bersih dan sehat. Ia menekankan pentingnya menggiatkan program 3M Plus — menguras, menutup, dan memanfaatkan kembali barang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk, serta mempertimbangkan vaksinasi dengue sebagai upaya perlindungan tambahan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim hujan 2025/2026 akan dimulai lebih awal, dengan puncak pada November–Desember 2025 serta Januari–Februari 2026 di Kalimantan bagian timur. Kondisi ini meningkatkan risiko penyebaran penyakit akibat nyamuk Aedes aegypti. “Kita harus mulai promosi perubahan perilaku masyarakat dengan membersihkan genangan air dan menjaga kebersihan lingkungan,” ujar Ali Ghufron.
Sementara itu, peningkatan kasus DBD juga terjadi secara global. Presiden Global Vaccine Business Unit Takeda Pharmaceuticals, Derek Wallace, mencatat lebih dari 7,6 juta kasus dengue dilaporkan ke WHO hingga April 2024, termasuk 16.000 kasus berat dan lebih dari 3.000 kematian. Penasihat Satgas Imunisasi PAPDI, Prof. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD, KAI, menegaskan bahwa vaksin dengue telah direkomendasikan untuk dewasa dan lansia. “Pencegahan dengue adalah tanggung jawab bersama lintas usia dan hanya dapat dicapai melalui kesadaran kolektif,” ujarnya.










