Denpasar (baliwananews.com) – Lima jurnalis Al Jazeera, termasuk Anas al-Sharif, tewas akibat serangan Israel di luar RS al-Shifa, Gaza. Uni Eropa, PBB, dan organisasi pers mengecam, menuntut perlindungan jurnalis serta peningkatan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Gelombang kecaman internasional membesar setelah lima jurnalis Al Jazeera tewas dalam serangan udara Israel di luar Rumah Sakit al-Shifa, Gaza City, pada Minggu malam (10/8). Korban termasuk koresponden senior Anas al-Sharif, Mohammed Qreiqeh, serta juru kamera Ibrahim Zaher, Mohammed Noufal, dan Moamen Aliwa. Mereka tewas seketika saat berada di tenda jurnalis untuk meliput situasi di rumah sakit tersebut, bersama dua korban lainnya.
Kesaksian datang dari jurnalis Palestina Wadi Abu al-Saud, yang berada di dekat lokasi saat ledakan terjadi pada pukul 23.22. “Saya melihat orang-orang terbakar. Anas dan yang lainnya tewas seketika,” ujarnya. Rekaman video memperlihatkan Saud mengangkat jasad korban sebelum menyatakan akan berhenti meliput perang karena “kebenaran telah mati”.
Militer Israel (IDF) mengakui bertanggung jawab atas serangan tersebut dan menuduh Sharif memimpin sel Hamas yang melakukan serangan roket. Tuduhan ini dibantah keras oleh Al Jazeera, sementara Uni Eropa menegaskan tuduhan semacam itu memerlukan bukti yang jelas. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menyatakan, “Kami mengutuk pembunuhan lima jurnalis Al Jazeera” dan menyerukan perlindungan terhadap pers sesuai hukum internasional.
Kallas juga mendesak Israel untuk meningkatkan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza. “Meski ada lebih banyak bantuan masuk, kebutuhannya jauh lebih besar. Kami mendesak Israel mengizinkan lebih banyak truk dan distribusi bantuan yang lebih baik,” ujarnya. Uni Eropa sendiri masih terpecah dalam sikap terhadap konflik Gaza, antara pihak yang mendukung Israel dan yang membela Palestina.
Kecaman juga datang dari Committee to Protect Journalists (CPJ), Reporters Without Borders (RSF), dan Kantor HAM PBB, yang menyebut serangan ini sebagai pelanggaran berat hukum humaniter internasional. Menurut data pemerintah Gaza, 238 jurnalis telah tewas sejak perang dimulai, sementara CPJ mencatat sedikitnya 186 korban. Laporan Watson School of International and Public Affairs menyebut jumlah ini melampaui total korban jurnalis di sejumlah perang besar dunia.
Dalam pesan terakhirnya yang diunggah setelah kematian, Sharif menulis bahwa ia tidak pernah ragu menyampaikan kebenaran meski hidup dalam penderitaan. Presenter Al Jazeera Bilal Abu Khalifa mengenang ucapannya: “Saya tidak akan meninggalkan Gaza kecuali menuju langit… Saya akan terus mengungkapkan kebenaran meski saya di daftar pembunuhan.” (red)