Tolak Terminal LNG, Desa Adat Serangan Datangi KLH di Jakarta

banner 468x60

Denpasar (Baliwananews.com – Desa Adat Serangan kembali menegaskan penolakannya terhadap rencana pembangunan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) LNG di Denpasar Selatan. Setelah sebelumnya mengirim surat pada 15 September lalu, Jumat (26/9) perwakilan Desa Adat Serangan mendatangi langsung kantor Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di Jakarta untuk menyerahkan surat kedua. Seperti yang dilansir dari Nusabali.com.

Surat tersebut disampaikan oleh Sekretaris Desa Adat Serangan/Jero Penyarikan I Wayan Artana bersama Prajuru Desa Adat I Wayan Patut. Mereka diterima langsung oleh Deputi Bidang Tata Lingkungan dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan KLH, Sigit Reliantoro.

Dalam surat yang diserahkan, Desa Adat Serangan memohon agar KLH menunda bahkan menghentikan penerbitan izin proyek FSRU LNG. Masyarakat menilai hingga kini tidak pernah mendapatkan informasi resmi mengenai status dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), maupun Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dari pemrakarsa proyek.

Surat juga menyoroti kabar bahwa lokasi terminal LNG dipindahkan ke titik 3,5 kilometer dari bibir pantai. Namun, jarak tersebut tetap dianggap terlalu dekat dengan kawasan pemukiman, pura, dan aktivitas masyarakat Serangan.

“Terminal LNG di wilayah lain dibangun lebih jauh dari kawasan padat penduduk. Mengapa di Serangan justru begitu dekat?” ungkap I Wayan Artana.

Desa Adat Serangan juga menekankan bahwa masyarakat sama sekali belum pernah diundang dalam sosialisasi atau konsultasi publik terkait proyek tersebut. Padahal, aturan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 secara jelas mewajibkan pelibatan masyarakat terdampak sebelum izin lingkungan dapat diterbitkan.

Prajuru Desa Adat, I Wayan Patut, menegaskan bahwa penolakan warga Serangan bukan tanpa alasan. “Risiko terminal LNG terlalu besar jika lokasinya dekat dengan permukiman dan jalur umum seperti Bypass Ngurah Rai. Kalau sampai terjadi kebocoran atau ledakan, keselamatan warga dan aktivitas ekonomi bisa lumpuh,” ujar Patut, Rabu (1/10).

Masyarakat Desa Adat Serangan menolak rencana pembangunan terminal LNG atau FSRU (Floating Storage Regasification Unit) di Pulau Serangan karena khawatir dampak sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Penolakan ini disampaikan melalui surat resmi yang ditembuskan kepada berbagai pihak, termasuk Gubernur Bali dan Dewan Ekonomi Nasional, didasari kekhawatiran akan potensi matinya UMKM, menurunnya sektor pariwisata, serta rusaknya nilai adat dan budaya.

Kawasan Serangan adalah pulau kecil dengan pura bersejarah dan sedang dikembangkan sebagai destinasi pariwisata bahari. “Kalau memang serius bicara energi bersih, mestinya dialihkan ke lokasi yang lebih aman, misalnya Celukan Bawang atau Karangasem yang lahannya lebih memungkinkan,” tegasnya.

Desa Adat Serangan berharap KLH memberi perhatian serius atas aspirasi warga yang resah dengan rencana pembangunan terminal LNG. Mereka menegaskan penolakan bukan semata-mata menolak energi bersih, melainkan menuntut agar keselamatan, tata ruang, dan aturan lingkungan dipatuhi.

Sejumlah tokoh pariwisata Bali mengusulkan pemindahan lokasi pembangunan terminal gas alam cair (LNG) FSRU (Floating Storage Regasification Unit) dari Sidakarya ke wilayah timur atau utara Pulau Dewata.

“Kami hanya ingin semua prosedur dijalankan sesuai aturan. Jangan sampai masyarakat dikorbankan,” tutup Artana.

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *