Denpasar – baliwananews.com | Konklaf 2025 dimulai di Kapel Sistina dengan 133 kardinal memilih Paus baru. Di tengah ketegangan progresif-konservatif, asap hitam tampak Rabu malam—tanda belum terpilihnya Paus—sementara Gereja menanti pemimpin yang mampu menyatukan dan menghadapi tantangan global.
Di bawah fresko The Last Judgment karya Michelangelo, 133 kardinal dari berbagai belahan dunia resmi memulai Konklaf 2025 pada Rabu sore untuk memilih Paus ke-267, menyusul wafatnya Paus Fransiskus bulan lalu di usia 88 tahun.
Konklaf ini disebut sebagai yang terbesar dan paling tidak terduga dalam sejarah modern. Warisan Paus Fransiskus berupa Gereja yang lebih global namun juga terbelah terlihat jelas. Sebagian kardinal mendukung reformasi progresif yang ia wariskan, sementara lainnya menginginkan kembalinya pendekatan tradisional.
Sejak 28 April, para kardinal telah mengikuti pertemuan harian, berbagi pandangan mengenai masa depan Gereja. Namun, seperti dikatakan Kardinal Ignatius Suharyo dari Jakarta, suasana diskusi penuh kebingungan karena banyaknya suara berbeda.
Konklaf dibuka dengan Misa pro eligendo Romano Pontifice di Basilika Santo Petrus yang dipimpin oleh Kardinal Giovanni Battista Re. Pada pukul 15.45 waktu setempat, prosesi dimulai dari Kapel Paulus menuju Kapel Sistina, diiringi lagu “Litani Para Kudus” dan “Veni Creator Spiritus.”
Setiap kardinal kemudian bersumpah di hadapan Injil untuk menjaga kerahasiaan proses. Dengan seruan “Extra omnes”, semua yang tidak berkepentingan diperintahkan keluar. Kardinal Raniero Cantalamessa memberikan renungan pembuka sebelum pemungutan suara dimulai.
Para kardinal yang kini dikurung cum clave (dengan kunci) di Kapel Sistina akan mengadakan hingga empat putaran suara per hari. Asap hitam berarti belum ada keputusan; asap putih, diiringi lonceng, menandai terpilihnya Paus baru. Pada Rabu malam, asap hitam pertama terlihat mengepul dari cerobong Kapel Sistina, menandakan tidak ada Paus baru yang terpilih dalam putaran pemungutan suara pertama.
Jika dalam tiga hari belum ada hasil, konklaf akan mengambil satu hari jeda untuk refleksi.
Nama-nama kuat seperti Robert Prevost (AS), Pietro Parolin (Italia), dan Luis Antonio Tagle (Filipina) masuk dalam daftar papabile. Kandidat lain termasuk Matteo Zuppi, Pierbattista Pizzaballa, Jean-Claude Hollerich, dan Michael Czerny di kubu progresif. Di sisi konservatif, nama Robert Sarah (Guinea) dan Péter Erdő (Hungaria) menonjol. Namun, seperti pepatah lama mengatakan, “siapa yang masuk konklaf sebagai paus, keluar sebagai kardinal.” Bahkan Jorge Mario Bergoglio pun bukan kandidat utama saat terpilih menjadi Paus Fransiskus pada 2013.
Para kardinal sepakat bahwa Paus berikutnya harus mampu menyatukan Gereja dan menjawab tantangan zaman, mulai dari krisis global hingga penanganan kasus pelecehan. Mereka juga menginginkan peran lebih besar dalam pemerintahan kepausan. Dengan dunia yang memandang ke cerobong kecil Kapel Sistina, Gereja Katolik kini menantikan tanda: asap putih — simbol hadirnya pemimpin baru umat beriman. (hd)